Zakat Mahar



Mahar tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Hanyasaja, ada kewajiban mengeluarkan zakat dari mas yang dimiliki seseorang, baik berupa simpanan atau perhiasaan. Karena itu, mas yang digunakan untuk mahar, bila mencapai nishab maka wajib dikeluarkan zakatnya.
Wajibnya zakat perhiasaan tersebut berdasarkan keumuman dalil mengenai zakat, diantaranya ayat berikut: “Dan orang-orang yang menyimpan mas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu di dalam neraka jahanam, lalu dibakarnya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan”. (QS. At-Taubah: 34-35)
Diriwayatkan oleh Abu Daud dan an-Nasa’i dari Abdullah bin Am bin al-Ash ra: datang seorang wanita kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam, wanita itu bersama putrinya yang mengenakan dua gelang emas yang besar di tangannya, maka beliau bertanya kepadanya: “Apakah engkau mengeluarkan zakatnya?” Wanita itu menjawabnya: “Tidak”, beliau berkata: “Apakah kau senang jika Allah mengenakan gelang padamu karena kedua gelang tersebut pada hari kiamat dengan dua gelang yang terbuat dari api?” Maka wanita itupun langsung melepaskan kedua gelang tersebut lalu menjatuhkannya kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wasalam sambil berkata: “Kedua gelang itu untuk Allah dan RasulNya”. (HR Abu Daud dalam kitab az-Zakah no 1563 dan an-Nasa’i jilid V no 38).
Berdasarkan dalil tersebut maka mas yang dimiliki seseorang wajib dikeluarkan zakatnya bila telah mencapai nishab. Adapun nishab zakatnya ialah 85 gram dengan kadar zakat sebesar 2,5% dan dikeluarkan setiap tahun. Cara menghitungnya, bisa berdasarkan nilai mas dengan harga yang berlaku saat itu di pasar.
Jadi, tidak ada kewajiban zakat pada mahar, tetapi mas yang dijadikan mahar tersebut harus dikeluarkan zakatnya bila telah mencapai nishab. Akan lebih baik, bila mas tersebut telah dizakati sebelum dijadikan mahar.

● Abu Malik bin Sayyid Salim dalam kitabnya Shahih Fiqh Sunnah menyebutkan :
Mahar wanita adalah harta seperti harta-harta lainnya, maka diperlakukan seperti harta-harta lainnya.
1.      Jika seorang wanita telah memegang maharnya dan maharnya termasuk barang yang dikeluarkan zakatnya, serta telah mencapai nishab atau lebih. Jika telah berlalu satu haul, maka wajib dikeluarkan zakatnya.
2.      Jika maharnya itu adalah mahar bertempo (ditunda pembayarannya), maka hukumnya adalah hukum utang. Jika suaminya itu adalah orang yang berkelapangan dan mampu menunaikan utangnya, maka ia wajib mengeluarkan zakat maharnya yang ada di bawah tanggungan suaminya, karena utangnya ini bisa diharapkan kembali. Sebaliknya, jika suaminya itu orang yang sulit ekonominya, maka ia tidak wajib mengeluarkan zakatnya menurut pendapat yang rajih. Jika telah menerima maharnya tersebut (yang dibayar tunda), maka ia mengeluarkan zakatnya untuk satu tahun saja.
3.      Jika seorang wanita telah menerima maharnya, kemudian ia ditahalak sebelum dicampuri dan telah berlalu satu haul padanya, sementara maharnya itu telah mencapai nishab, maka istri mengeluarkan zakat separuh dari maharnya, dan suami mengeluarkan zakat separuh yang lainnya dari jumlahnya itu.

● Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fiqih Sunnah pun menjelaskan demikian :
Abu Hanifah berpendapat bahwa mahar bagi wanita itu tidak wajib dikeluarkan zakatnya, kecuali jika telah diterima karena ia merupakan ganti dari sesuatu yang bukan berbentuk harta, sehingga tidak wajib zakat sebelum diterima sama halnya seperti piutang atau tebusan dari budak yang hendak membebaskan diri.
Setelah mahar diterima, disyaratkan pula mencapai nishab dan haul (berlalu satu tahun), kecuali jika selain mahar itu ada harta lain yang satu nishab, maka mahar yang jumlahnya sedikit (tidak mencapai nishab) hendaklah digabungkan dengan harta yang tadi dan dikeluarkan zakatnya menurut perhitungan tahunnya.
Sedangkan menurut Syafi'i, wanita itu wajib mengeluarkan zakat mahar jika telah cukup haul (satu tahun). Ia harus mengeluarkan zakat dari keseluruhannya pada akhir tahun, sekalipun ia belum dicampuri (jima') oleh suaminya. Tidak ada pengaruh atau bedanya, apakah mahar itu mungkin gugur seluruhnya dikarenakan fasakh, murtad atau lainnya, atau separuhnya karena sebab perceraian.
Bagi golongan Hanbali mahar itu menurut pengakuan, merupakan piutang kepada wanita, maka hukumnya menurut mereka adalah seperti piutang. Jika terhadap orang yang mampu, wajib dikeluarkan zakatnya dan bila telah diterimanya hendaklah dikeluarkan zakatnya untuk masa yang telah lalu. Apabila terhadap orang miskin dan yang tidak mengakui maka pendapat yang lebih kuat menurut Khiraqi ialah wajib dikeluarkan zakatnya dan tidak ada bedanya apakah sebelum atau sesudah campur (jima').
Apabila separuh mahar jadi gugur disebabkan cerainya perempuan sebelum campur (jima') dan diterima mahar separuhnya lagi, maka wajib mengeluarkan zakat yang diterimanya dan tidak wajib mengeluarkan zakat dari mahar yang tidak diterimanya.
Begitu pula apabila seluruh mahar itu gugur sebelum diterima, disebabkan fasakhnya nikah karena kesalahan dari pihak dirinya.
Referensi :
Ibnu Sayyid Salim, Abu Malik Kamal. Shahih Fiqh Sunnah.Mesir : Maktabah At-Taufikiyyah. Jilid 2. & Sayyid Sabiq. Fiqh Sunnah.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »