Zakat Emas Dan Perak



Jumhur ulama berpendapat bahwa emas dan perak wajib dizakati. Kewajiban ini tertera dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 34-35.
Yang dimaksud harta simpanan dalam ayat disini ialah harta yang tidak dizakati. Hal ini seperti yang diriwayatkan  Daruquthni dengan sanadnya dari Umar, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Jabir, Abu Hurairah dan Umar bin Abdul Aziz bahwa Rasulullah bersabda kepada Ummu Salamah ketika ia bertanya tentang emas miliknya,”Apakah itu harta simpanan?” Rasulullah menjawab,”Bila kau tunaikan zakatnya, itu bukan harta simpanan.”[1]
Kewajiban zakat emas dan perak juga tertera dalam sunah Nabawiyah, yaitu hadits riwayat Muslim dengan sanadnya dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda,”Tidaklah seseorang memiliki emas dan perak namun tidak menunaikan haknya melainkan pada hari kiamat kelak beberapa lembaran dari neraka dibentangkan untuknya lalu ia dibakar di atasnya di neraka Jahannam. Lembaran-lembaran itu disetrikakan di lambung, dahi dan punggungnya di hari yang ukurannya lima puluh ribu tahun hingga putusan seluruh hamba usai, lalu ia melihat jalannya, ke surga atau ke neraka.” Hadits ini juga diriwayatkan oleh Bukhari.
Jika telah terpenuhi, pada emas dan perak serta pemiliknya, syarat-syaratnya sudah mencapai nishabnya, sudah segenap setahun (haul) dan sejenisnya, maka wajib mengeluarkan zakatnya dan dikeluarkan sekali dalam setiap tahunnya.
Disebutkan dalam hadits Ali bin Abi Thalib radhiaallahu ‘anhu, dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau bersabda :
Jika engkau memiliki dua ratus dirham dan telah berlalu satu haul, maka zakatnya adalah lima dirham. Dan tidak ada kewajiban atasmu sedikit pun-yaitu emas-hingga engkau memiliki dua puluh dinar. Jika engkau memiliki dua puluh dinar dan telah berlalu satu haul, maka zakatnya adalah setengah dinar.”[2]
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau bersabda :
Tidak ada kewajiban zakat pada perak yang kurang dari lima uqiyah..”[3]

Pelajaran yang dapat dipetik
1.      Nishab perak adalah 5 uqiyah = 200 dirham dari perak murni, atau = 595 gram perak.
Nishab emas adalah 20 dinar = 20 mitsqal
= 85 gram emas 24 karat
= 97 gram emas 21 karat
= 113 gram emas 18 karat.
2.      Harus lewat satu haul (satu tahun Hijriyah penuh) atas nishab tersebut hingga wajib dikeuarkan zakatnya.
3.      Kadar zakat yang harus dikeluarkan pada emas dan perak adalah 2,5% = 1/40.
Misalnya, seseorang memiliki setengah kilo gram emas 24 karat, berapakah zakat yang harus dikeluarkannya, jika telah berlalu satu haul?
            Jawab : Karena jumlah emas yang dimiliki lebih dari nishab (85 gram), maka ia wajib mengeluarkan zakatnya 1/40, maka jumlah yang wajib dikeluarkannya adalah = 500 gram x 1/40 =12,5 gram.
Pertanyaan :
Ada orang memiliki dua mata uang (emas dan perak). Namun, masing-masingnya tidak mencapai nishab syar’i untuk dizakati. Bolehkah keduanya disatukan agar mencapai satu nishab kemudian dizakati?
Jawaban :
Orang yang memiliki emas kurang dari satu nishab dan perak yang sama-sama tidak mencapai satu nishab, keduanya digabungkan agar mencapai nishab syar’i dan dizakati. Karena, maksud keduanya sama. Kedua jenis mata uang ini sama seperti dua jenis kambing yang berbeda (misalnya, kambing dan biri-biri). Keduanya berbeda, namun jenisnya sama. Seperti itu juga sapi dan kerbau yang berbeda, namun jenisnya sama. Ini menurut pendapat yang paling kuat.
Meski demikian, Imam Syafi’i tidak sependapat. Menurutnya, emas tidak dapat disatukan dengan perak. Benda wajib zakat tidak disatukan dengan jenis benda wajib zakat lain karena keduanya adalah jenis yang berbeda,[4] sama seperti kambing dan sapi. Misalkan, seseorang memiliki 199 gram perak, harta ini tidak wajib dizakati.
Referensi :
Abu Malik Kamal ibnu Sayyid Salim, Shahih Fiqh Sunnah. Jilid 2.
Ali Mahmud Uqaily, Praktis & Mudah Menghitung Zakat, Aqwam:Solo.


[1] Sunan Ad-Daruquthni, bab Zakat, II/105
[2] Dishahihkan Syaikh al-Albani, diriwayatkan oleh Abu Dawud (1558), at-Tirmidzi (616), an-Nasa’i (V/37), Ibnu Majah (1790), dan Ahmad (I/121). Hadits ini dishahihkan oleh al-Bukhari-seperti dinukil oleh at-Tirmidzi darinya-dan dihasankan oleh al-Hafizah dalam al-Fath, serta dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Abu Dawud (1391).
[3] Shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (1484) dan Muslim (979).
[4] Fiqhul Ibadat, hlm.163

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »