Shalat Witir



Definisi
Witir secara bahasa adalah hitungan ganjil seperti satu, tiga, lima dan seterusnya. Adapun secara istilah ialah shalat yang dikerjakan antara shalat Isya’ dan terbitnya fajar, sebagai penutup shalat malam. Dinamakan demikian karena shalat witir berjumlah satu rakaat, tiga rakaat atau lebih banyak.
Adapun shalat witir terdapat perbedaan, ada yang mengatakan shalat witir merupakan bagian dari shalat Tahajjud, dan ada yang mengatakan lagi bukan bagian dari shalat Tahajjud.[1]
Hukum Shalat Witir
Ahlu ‘Ilmi menyebutkan bahwa hukum shalat witir ada dua pendapat :
Pertama : Wajib, yaitu menurut madzhab Abu Hanifah, sampai Ibnu al-Mundzir berkata,”Tidaklah aku mengetahui seseorang yang sepakat bersama Abu Hanifah tentang masalah ini.” Adapun hujjah atas perkataan ini sebagai berikut ;
1.      Hadits Abi Hurairah secara marfu’
من لم يوتر فليس منا
“Barangsiapa yang tidak melaksanakan shalat witir maka bukan bagian dari kami.”[2]
2.      Hadits Abu Ayyub, secara marfu’
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Shalat Witir merupakan kewajiban setiap orang Muslim. Oleh karena itu, barangsiapa ingin mengerjakan Witir tiga rakaat maka hendaklah dia mengerjakannya. Dan barangsiapa mengerjakan shalat satu rakaat maka hendaklah dia mengerjakannya.”[3]
Kedua : Sunnah Muakkadah, yaitu menurut madzhab jumhur Ahlu ‘Ilmi dari Sahabat dan Tabi’in dan setelah mereka serta dua sahabat Abu Hanifah.
Adapun dalil yang disampaikan oleh Abu Hanifah banyak periwayatannya dho’if (lemah). Sedangkan dalil yang menunjukkan bahwa shalat Witir sunnah mu’akkadah adalah :
Hadits Thalhah bin ‘Ubaidillah, ada seseorang (dari penduduk Najed) yang datang bertanya kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam maka beliau menjawab,”Shalat lima waktu sehari semalam. Kemudian dia bertanya lagi : Apakah ada dari selain itu? Beliau menjawab,”Tidak ada, hanya engkau perlu melakukan ibadah sunnah… kemudian seseorang itu berkata ‘Demi Dzat yang memuliakanmu, aku tidak akan menambahkan amalan sunnah sedikitpun dan tidak juga mengurangi sedikitpun, maka Shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata ,”Dia beruntung jika dia benar, atau dia masuk surge jika dia benar.”[4]
Di dalam hadits ini menunjukkan bahwa Witir bukan wajib hukumnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah memilih shalat Witir itu wajib bagi orang yang mengerjakan shalat Tahajjud pada malam hari.[5] Saya (Abu Malik) berkata : bisa jadi sebagaimana sabda Shalallahu ‘alaihi wa sallam :
اجعلوا اخر صلاتكم بالليل وترا
“Jadikanlah akhir shalat kalian pada malam hari dengan witir.”
Waktu Shalat Witir
Menurut Ahlu ‘Ilmi bahwasannya waktu untuk Witir antara shalat Isya’ sampai terbitnya fajar. Kemudian terjadi perbedaan dalam diperbolehkannya melakukan setelah fajar;
Pertama : Tidak diperbolehkan setelah terbitnya fajar
Yaitu menurut dua sahabat Abu Hanifah yaitu Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan, Sufyan ats-Tsauri, Ishaq, ‘Atho, an-Nakha’i dan Sa’id bin Jabir melalui periwayatan dari Ibnu Umar.
Kedua : Diperbolehkan setelah terbit fajar sebelum melakukan shalat Shubuh
Yaitu menurut madzhab Malik, asy-Syafi’i, Ahmad dan Abi Tsauri, mereka berdalil dengan atsar dari jalan Sahabat bahwasannya mereka melakukan Witir setelah fajar, diantara mereka Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ubadah bin Shomit, Abu Darda’, Hudzaifah dan ‘Aisyah. Dan tidak terlihat selain mereka dari sahabat adanya perbedaan.
Pendapat yang rojih : Bahwa pendapat pertama lebih rojih, adapun atsar dari sahabat sebagaimana perkataan Ibnu Rusyd bahwasannya bukanlah adanya perbedaan pada atsar dahulu, akan tetapi hal tersebut masuk ke dalam bab al-qodho’ (mengganti).
Bolehkah Melakukan Nafilah Setelah Witir? Dan Apakah Mengulangi Witir?
Pertama : Diperbolehkan, akan tetapi dengan tidak mengulangi shalat witir.
Yaitu menurut madzhab kebanyakan para ulama’ dari Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah dan masyhur pada asy-Syafi’iyah.
Kedua : Tidak diperbolehkan, kecuali untuk mengganti witirnya dan shalat kemudian witir kembali. Dan ini perkataan lain dari asy-Syafi’iyah.
Pendapat yang rojih : Perkataan pertama, sebagaimana yang ditetapkan melakukan nafilah setelah witir dari nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam, maka ini menujukkan diperpolehkannya. Dan juga mengganti witir merupakan pendapat lemah dari dua sisi ;
1.      Bahwasannya Witir yang pertama sah dan tidak ada hal yang membatalkannya.
2.      Bahwa nafilah setelah witir tidak diketahui dalam syar’i. wa allahu ta’ala a’lam.
Jumlah Rakaat Witir Dan Sifatnya
1.      Satu rakaat, jumhur memperbolehkan.
2.      Tiga rakaat, diperbolehkan dengan dua sifat ;
a.       Shalat dua rakaat kemudian salam, kemudian shalat satu rakaat salam.
b.      Shalat tiga rakaat dengan satu tasyahud.
Peringatan : Tidak disyari’atkan dalam shalat witir tiga rakaat dengan dua tasyahud dan satu salam sebagaimana shalat Maghrib.
3.      Lima rakaat, diperbolehkan dan disunnahkan jika melakukan Witir tidaklah duduk tasyahud kecuali pada rakaat kelima.
4.      Tujuh rakaat atau Sembilan rakaat, diperbolehkan dan disunnahkan jika melakukan Witir tidaklah duduk tasyahud kecuali sebelum rakaat terakhir.


Referensi : Abu Malik, Shahih Fiqh Sunnah, al-Maktabah at-Taufiqiyah, jilid 1, Hal.381-389.



[1] An-Nawawi, al-Majmu’, 4/480
[2] Hadits Dho’if : dikeluarkan oleh Ahmad (2/443) dan contoh lain dari hadits Buraidah yang kedudukannya dho’if pula. Lihat (al-Irwa’, 417).
[3] Hadits Shahih Mauqufan, dikeluarkan Abu Daud (1422), an-Nasaa’I (8/238), Ahmad (5/418).
[4] Hadits Shahih. Muttafaqun ‘alaih (Bukhari no.46&1891, Muslim no.11)
[5] Al-Ikhtiyaarat, Hal.64

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »