Hukum Menyentuh Al-Qur’an




Dalil Ayat al-Qur’an
Dalil Al Qur’an yang dimaksud adalah firman Allah Ta’ala, pada surat al-Waqi’ah ayat 79
لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ
tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan,
Benar, bahwa maksud ayat ini lauhul mahfuzh yang ada di langit sebagaimana yang dikatakan oleh Malik (w.179H) Rahimahullah, katanya : Komentar terbaik ayat ini yakni sama seperti surat ‘Abasa watawalla (11-16).[1]
Ibnu ‘Abdil Barr mengatakan, “Daud (Azh Zhohiri) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan orang-orang yang disucikan dalam firman Allah ‘tidaklah menyentuhnya melainkan orang-orang yang disucikan’ (QS al Waqiah:79) adalah para malaikat.
Sisi pendalilan dari ayat ini menurut ulama yang berdalil dengannya adalah firman Allah yang artinya, ‘tidak menyentuhnya’ adalah kalimat berita namun maknanya adalah larangan. Sehingga maknanya adalah ‘janganlah menyentuhnya’, dan bukan semata-mata kalimat berita karena berita yang Allah sampaikan pasti tidak meleset. Sedangkan kenyataannya mushaf al Qur’an disentuh oleh muslim, munafik dan orang kafir.
Sedangkan yang dimaksudkan dengan kitab dalam ayat tersebut adalah Al Qur’an yang ada di tengah-tengah kita. Alasannya, karena dalam ayat tersebut disebut “tanzil“, artinya turun.[2]
Dalil Hadits Nabi
عَنْ أَبِى بَكْرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَتَبَ إِلَى أَهْلِ الْيَمَنِ كِتَابًا فَكَانَ فِيهِ « لاَ يَمَسُّ الْقُرْآنَ إِلاَّ طَاهِرٌ
Dari Abi Bakr bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm dari ayahnya dari kakeknya, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menulis surat untuk penduduk Yaman yang isinya, “Tidak boleh menyentuh al Quran melainkan orang yang suci”.[3]
Banyak ulama salaf yang berdalil dengan hadits ini terkait masalah ini. Di antaranya adalah Malik, Ahmad dan Ishaq.
Ibnu Taimiyyah berkata, “Untuk menyentuh mushaf Al Qur’an disyaratkan harus bersih dari hadats besar dan hadats kecil menurut mayoritas ulama. Inilah pendapat yang sejalan dengan Al Qur’an, sunnah dan pendapat Salman (Al Farisi), Saad bin Abi Waqqash dan shahabat yang lain”.[4]
Ibnu Taimiyyah berkata, “Pendapat yang benar dalam masalah ini adalah pendapat para shahabat dan itulah pendapat yang sejalan dengan al Qur’an dan sunnah yaitu menyentuh mushaf tidak diperbolehkan bagi orang yang berhadats”.[5]
Pendapat Para Sahabat
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Pendapat imam mazhab yang empat, mushaf al Qur’an tidak boleh disentuh melainkan oleh orang yang suci sebagaimana dalam surat yang dikirimkan oleh Rasulullah kepada ‘Amr bin Hazm,
أَنْ لَا يَمَسَّ الْقُرْآنَ إلَّا طَاهِرٌ
Tidak boleh menyentuh mushaf melainkan orang yang suci”. Imam Ahmad mengatakan, “Tidaklah diragukan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menuliskan surat tersebut kepada ‘Amr bin Hazm.” Inilah pendapat Salman al Farisi, Abdullah bin Umar dan yang lainnya. Tidak diketahui adanya sahabat lain yang menyelisihi pendapat dua sahabat ini”.[6]
Ibnu Taimiyah juga mengatakan, “Adapun menyentuh mushaf maka pendapat yang benar wajib berwudhu sebelum menyentuh mushaf sebagaimana pendapat jumhur fuqaha. Inilah pendapat yang diketahui dari para sahabat, seperti Sa’ad, Salman dan Ibnu Umar”.[7]
Dalam Syarh al Umdah, Ibnu Taimiyyah berkata, “Hal itu juga merupakan pendapat sejumlah tabiin tanpa diketahui adanya perselisihan di antara para shahabat dan tabiin. Ini menunjukkan bahwa pendapat ini telah dikenal di antara mereka”.[8]

Perbedaan Pendapat
Pendapat I (jumhur) : tidak boleh
Pendapat II : tidak apa-apa
Sebab perbedaan pendapat :
Perbedaan pendapat dalam memahami ayat “laa yamassuhu illal muthahharuun” :
1.      mengenai siapakah yang dimaksud dengan “al-muthahharuun” ?
2.      mengenai ayat tersebut merupakan larangan ataukah sekedar khabar (berita) ?
Istinbath para fuqaha :
1.      Barangsiapa yang menganggap bahwa “al-muthahharuun” adalah manusia, dan ayat tersebut merupakan larangan, maka ia melarang orang yang tidak dalam keadaan suci – orang yang junub, wanita haidh, wanita nifas, dan orang yang berhadats kecil - untuk memegang mushaf. Golongan ini (jumhur) memperkuat pendapatnya dengan hadits ‘Amr ibn Hazm : Nabi saw pernah menulis surat :”Laa yamassul Qur-aana illaa thaahir (Tidaklah menyentuh Al-Qur’an kecuali yang suci)”. (pendapat I)
2.      Barangsiapa yang menganggap bahwa “al-muthahharuun” adalah para malaikat, atau memperlakukan ayat tersebut hanya sebagai khabar, maka ia tidak melarang orang yang tidak dalam keadaan suci – orang yang junub, wanita haidh, wanita nifas, dan orang yang berhadats kecil - untuk menyentuh mushaf Al-Qur’an. (pendapat II)
Pendapat Sayyid Sabiq :
Haramnya orang yang junub untuk memegang dan membawa mushaf adalah disepakati oleh para imam dan tidak ada seorang sahabat pun yang mengingkarinya.[9]
Hukum Menyentuh Al-Qur’an Mushaf dan Al-Qur’an Digital di HP dan TAB[10]
Terjadi perdebatan di kalangan para ahli fikih. Kaum literalis yang diwakili oleh ulama Wahabi (Salafi) mengatakan bahwa Al-Qur’an digital dianggap sama dengan Al-Mushaf sehingga hukumnya juga sama, sehingga orang yang tidak punya wudhu, haram hukumnya menyentuh Hp atau tab tadi. Hal tersebut misalnya difatwakan oleh ulama Arab Saudi yaitu Sheikh Muhammad bin Saleh Al-Munjid yang mengatakan bahwa secara substansi sama dengan mushaf yang selama ini kita kenal. Tentu saja sangat susah bila memegang pendapat diatas. Bagaimana kita bisa melepaskan HP atau Tab, ke toilet misalnya, apakah ada penitipan barang disitu atau gantian sama kawan, dsb. Tentu agama tidak ingin mempersulit umatnya.
Untungnya ada pandangan lain dari pendapat Sheikh Munjid tersebut. Menurut Ketua Dewan Uama al-Wa’dz Al-Azhar Mesir, Sheikh Ahmad Qandil Turkiyah mengatakan bahwa alat modern seperti Hp maupun Tab hanyalah sebuah teknologi. Walaupun dia sependapat dengan Sheikh Munjid diatas, namun beliau berpendapat hal itu ketika kita membuka file mushaf Al-Qur’an, misalnya maka kita dihukumkan sebagaimana hukum memegang mushaf cetakan (lembaran) Al-Qur’an biasa. Namun, bila hp maupun Tab kita kembalikan pada posisi file lain (bukan maushaf), maka tidak ada lagi hukumnya bagi mushaf. Artinya boleh kita bawa-bawa kemana saja termasuk ke tolilet pipis dan BAB. Jadi gampang kan? Silahkan pindah saja ke file lain Hp dan Tabnya. 
Waallahu a’lam.




[1] DR. Muhammad bin Umar bin Salim Bazamul, Ensiklopedi Tarjih, Hal.112
[2] An-Nawawi, al-Majmu’, Daar Fikr,      Jilid 2, Hal.90
[3] HR. Daruquthni no. 449, dinilai shahih oleh al Albani dalam al Irwa no 122
[4] Majmu’ Fatawa, Jilid 26, Hal.200
[5] Majmu’ Fatawa, Jilid 21, Hal.270
[6] Majmu’ Fatawa, Jilid 21, Hal.266
[7] Ibid, Hal.288
[8] Ibnu Taimiyyah, Syarh al Umdah, Jilid 1, Hal.383
[9] Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Hal 58
[10]http//hukum-menyentuh-al-qur’an-mushaf-dan-al-qur’an-digital-di-hp-dan-tab-403816.html

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »