QIYAMUL LAIL



Definisi
Qiyamul lail dinamakan dengan Tahajjud pada jumhur fuqoha yaitu shalat Tathawwu’ yang dilakukan pada malam hari setelah tidur.[1]
Keutamaan Qiyamul Lail
Sesungguhnya shalat tathawwu’ yang dilaksanakan pada pertengahan malam di bawah tirai kegelapan memiliki keutamaan dan pahala yang besar, bahkan tidak bisa diremehkan amalan ini dan tidak mampu untuk disifati. Qiyamul lail merupakan syi’ar orang-orang shalih dan kekhususan bagi orang yang bertakwa.
Diantara keutamaan qiyamul lail :[2]
1.      Perhatian besar Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam terhadap qiyamu lail sampai kedua kaki beliau pernah bengkak.
2.      Shalat malam merupakan salah satu penyebab masuk Surga.
3.      Qiyamul lail merupakan salah satu sebab ditinggikannya derajat di bilik-bilik Surga.
4.      Orang-orang yang senantiasa memelihara qiyamul lail berharap mendapatkan rahmat Allah dan Surga-Nya sebagaimana dalam surat Adz-Dzaariyaat ayat 17-18.
5.      Allah memuji orang-orang yang tekun melakukan qiyamul lail dan mengkategorikannya ke dalam golongan hamba-hamba-Nya yang selalu berbuat kebaikan sebagaimana dalam surat Al-Furqaan ayat 64. 
6.      Dia juga memberikan kesaksian untuk mereka atas keimanan mereka yang sempurna sebagaimana yang telah tertulis dalam surat As-Sajadah ayat 15-16.
7.      Allah tidak menyamakan mereka dengan orang-orang yang tidak memiliki sifat seperti mereka.
8.      Qiyamul lail dapat mengahapuskan berbagai kesalahan dan mencegah perbuatan dosa.
9.      Qiyamul lail merupakan shalat yang paling afdhal setelah shalat fardhu.
10.  Kemuliaan orang Mukmin itu adalah qiyamul lail.
11.  Qiyamul lail menjadikan pelakunya terhormat.
12.  Bacaan Al-Qur’an dalam qiyamul lail merupakan ghanimah yang besar.


Waktu Qiyamul Lail
Shalat malam boleh dilakukan pada awal malam atau pertengahannya dan diperbolehkan juga pad akhir malam. Semua ini dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam. Dan sebaik-baik waktu qiyamul lail adalah sepertiga malam terakhir.
Dari ‘Amr bin ‘Abasah, bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda :
أقرب ما يكون الرب من العبد في جوف الليل الآخر فإن استطعت أن تكون ممن يذكر الله في تلك الساعة فكن
Saat Rabb berada paling dekat dengan hamba adalah pada pertengahan malam terakhir. Oleh karena itu, jika engkau bisa menjadi salah satu orang yang berdzikir kepada Alloh pada saat itu, lakukanlah.”[3]
Adab-adab Dalam Qiyamul Lail
1.      Menyiapkan diri untuk melakukan qiyam, dengan cara ;
a.       Tidur qoilulah, jika bisa (mudah).
b.      Meninggalkan perkara-perkara seperti bercakap-cakap setelah ‘Isya kecuali untuk kemaslahatan syar’i.
2.      Meniatkan diri untuk qiyam ketika hendak tidur.
3.      Hendaklah tidur dalam keadaan berwudhu.
4.      Hendaklah tidur menjadikan tangan kanannya sebagai sandaran (bantal).
5.      Dan jika khawatir tidak bangun untuk qiyam hendaknya untuk melakukan witir sebelum tidur.
6.      Berdzikir kepada Allah ketika hendak tidur.
7.      Mengusap wajah ketika hendak tidur dan berdo’a kemudian berwudhu ketika bangun dari tidur.
8.      Menggunakan siwak.
9.      Hendaknya dimulai dengan dua rakaat yang ringan.
10.  Membuka shalat malam dengan do’a yang diajarkan Rasulullah.
11.  Memperpanjang qiyam jika mampu selagi tidak memberatkan diri.[4]
12.  Bagi yang melakukan qiyam, bisa dengan tiga cara;
a.       Shalat dengan berdiri.
b.      Shalat dengan duduk dan rukuk dengan duduk.
c.       Ketika membaca dengan duduk, maka apabila telah ringan (mudah) dari bacaannya berdiri kembali dan ruku’ dengan posisi berdiri.
13.  Apabila malas, futur atau ketiduran maka tidurlah. Dan apabila semangat, rajin maka shalatlah.
14.  Membaca dengan tartil dan memperbagus suara.
15.  Mentadabburi ayat-ayat, berlindung dari godaan syaitan (ta’awwudz), bertasbih dalam bacaan dan menangis dalam shalat.
16.  Memperbanyak do’a.
17.  Membangunkan keluarga untuk shalat malam.

Jumlah Rakaat Pada Qiyamul Lail
1.      Disunnahkan untuk tidak menambah rakaat qiyamul lail dari sebelas atau tiga belas rakaat. Inilah yang dipilih oleh Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam.
2.      Jumhur salaf maupun khalaf memperbolehkan menambah rakaat.

Referensi : Abu Malik, Shahih Fiqh Sunnah, al-Maktabah at-Taufiqiyah, jilid 1, Hal.397-418.



[1] Al-Mughni al-Muhtaj, 1/228
[2] Dr. Sa’id bin ‘Ali, Ensiklopedi Shalat, Pustaka Imam Asy-Syafi’I, Jilid 1, Hal.474-480.
[3] Hadits Shahih dikeluarkan oleh At-Tirmidzi no. 3579
[4] Memperpanjang tidak khusus pada bacaan tetapi pada gerakan shalat seperti ruku’, sujud, duduk, dzikir dan do’a.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »