Sifat Lafazh Adzan




Telah datang lafazh adzan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Salam atas tiga cara :
Pertama ; Lafazh adzan berjumlah 15 kalimat (empat kali takbir, dua kali lafazh yang lainnya dan satu kali bacaan tauhid di akhir). Dan cara ini diambil oleh Abu Hanifah dan Ahmad.[1]
Pada cara ini ditetapkan dari hadits Abdullah bin Zaid radhiallahu ‘anhu, telah berkata :“(Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Salam memerintahkan untuk memukul lonceng menyeru manusia untuk shalat dan saya dalam keadaan tidur, datang seseorang laki-laki keliling dengan membawa lonceng di tangannya kemudian saya berkata : Wahai Abdullah apakah kamu menjual lonceng tersebut , maka lelaki itu berkata: apa yang akan kamu lakukan dengannya? Dijawabnya : untuk menyeru shalat dengannya, lelaki itu berkata : maukah aku tunjukkan atas apa yang lebih baik dari itu? Jawabku, tentu, beliau berkata : ucapkanlah :
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر،أشهدُ ألا إله إلا الله، أشهد ألا إله إلا الله،أشهد أن محمدًا رسول الله، أشهد أن محمدًا رسول الله،حيَّ على الصلاة، حيَّ على الصلاة،حيَّ على الفلاح، حيَّ على الفلاح،الله أكبر، الله أكبر،لا إله إلا الله.
Kemudian berkata : tidak lama-lama terlambatnya, lelaki itu berkata : kemudian ucapkanlah apabila akan mendirikan shalat :
الله أكبر، الله أكبر،  أشهدُ ألا إله إلا الله،  أشهد أن محمدًا رسول الله، حيَّ على الصلاة، حيَّ على الفلاح،قد قامت الصلاة قد قامت الصلاة الله أكبر، الله أكبر،لا إله إلا الله
maka ketika pagi harinya saya mendatangi Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Salam mengabarkan tentang apa yang telah akau lihat, maka beliau bersabda : sesungguhnya mimpi ini adalah benar insya Allah, maka berdirilah bersama bilal dan sampaikanlah kepadanya tentang apa yang kau lihat kemudian adzan dengannya...)”[2]
Kedua ; Lafazh adzan berjumlah 19 kalimat (sebagaimana sebelumnya hanya ada tambahan pengulangan pada dua kalimat syahadat).
Di dalam riwayat bahwa :
أن النبي صلى الله عليه والسلام علمه الأذان تسع عشرة كلمة والإقامة سبع عشرة كلمة
Sesungguhnya Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Salam mengajarkan lafazh adzan sembilan belas kalimat dan tujuh belas kalimat.” Dan cara ini diambil oleh asy-Syafi’i.[3]
Ketiga ; Lafazh adzan berjumlah 17 kalimat (seperti sebelumnya akan tetapi dua kali takbir di pertama bukan empat kali). Yaitu riwayat lain dari hadits Abi Mahdzuuroh :
((“Sesungguhnya Nabi Allah mengajarkan adzan ini :
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، أشهدُ ألا إله إلا الله، أشهد ألا إله إلا الله، أشهد أن محمدًا رسول الله، أشهد أن محمدًا رسول الله، أشهد ألا إله إلا الله، أشهد أن محمدًا رسول الله، حيَّ على الصلاة، حيَّ على الصلاة، حيَّ على الفلاح، حيَّ على الفلاح، الله أكبر، الله أكبر، لا إله إلا الله.(([4]
 Akan tetapi dalam riwayat berkenaan ini ada cacat. Adapun yang benar adalah empat kali takbir sebagaimana penjelasan sebelumnya.
-          Dan cara ini diambil oleh Malik dan ditemani Abu Hanifah.[5]
-          Dan telah di-rajihkan sebaian ulama empat kali takbir (sebagaimana cara kedua).
-          Kemudian kedua-duanya di-rajihkan sebagaimana pada cara pertama (yang tidak ditolak) dengan hadits Abi Mahdzurah delapan tahun setelah hijrah dari hunain, dan hadits Ibnu Zaid pada perintah pertama dan bahwa perbuatan ahlu makkah dan madinah tidak ditolak.[6]
-          Diantara yang lain bahwa semua cara ini diperbolehkan memilih, dan ini merupakan perkataan Ahmad dan Ishaq. Dan juga perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, dan yang pertama adalah yang paling rajih karena sebagaimana kaidah :
العبادات الواردة على وجوه متنوعة فالأولى فعلها على هذه الجوه
((Ibadah yang disebutkan pada suatu sisi dari beragam sisi maka prioritaskan salah satu perbuatan dari sisi-sisi yang lain)). Waallahu a’lam.

Referensi : Abu Malik, Shahih Fiqh Sunnah, al-Maktabah at-Taufiqiyah, jilid 1, Hal.281-283.


[1] al-Badaa i’ (1/147), al-Mughni (1/404) dan al-Ausath (3/16).
[2] Hadits hasan, dikeluarkan oleh Abu Dawud (499), dan at-Tirmidzi (189), dan Ibnu Majah (706) dan al-Irwa’ (2/264)
[3] al-Umm (1/85)                                      
[4] Lafazh ini dicacatkan. Dikeluarkan oleh Muslim (379) dan selainnya.
[5] al-Mudawanah (1/75) dan al-Badaa i’ (1/147)
[6] al-Muhalli (3/203-206), al-Ausath (3/16), Nail al-Authar (2/45) dan Zaadul Ma’ad (2/389).

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »