Definisi
Sujud tilawah adalah sujud yang
disebabkan membaca atau mendengarkan ayat dari ayat-ayat di dalam al-Qur’an
al-Karim.
Keutamaan Sujud Tilawah
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu,
dia bercerita :”Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Salam bersabda:
إذا قرأ ابن آدم السجدة فسجد اعتزل الشيطان يبكي . يقول يا ويله أمر
ابن آدم بالسجود فسجد فله الجنة . وأمرت بالسجود فأبيت فلي النار
“Jika anak Adam membaca ayat sajadah lalu dia
bersujud, syaitan akan menyingkir seraya menangis dan berucap : ‘Aduh,
sialan,’(dalam sebuah riwayat disebutkan:’Celaka aku.)’ anak Adam diperintah
untuk bersujud lalu dia bersujud muka baginya Surga, sedangkan aku
diperintahkan untuk bersujud, tetapi aku menolak melakukannya maka bagiku
Neraka.”[1]
Hukum
Sujud Tilawah
Ulama’ bersepakat disyari’atkannya sujud tilawah. Kemudian terjadi
perbedaan pendapat akan kewajibannya :
Pertama : sesungguhnya hukumnya wajib, menurut madzhab ats-Tsauri,
Abu Hanifah dan dari riwayat Ahmad serta ini pula yang dipilih Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah.[2]
Kedua : sesungguhnya hukumnya mustahab dan bukan wajib, menurut
madzhab jumhur ; Malik, asy-Syafi’i, al-Auza’I, al-Laits, Ahmad, Ishaq, Abu
Tsauri, Daud dan Ibnu Hazm, begitu pula dari sahabat Umar bin Khattab, Salman,
Ibnu Abbas dan ‘Imran bin Hushoin.[3]
Hay`ah
Sujud Tilawah
1.
Fuqaha
sepakat bahwa sujud tilawah dengan sekali sujud.
2.
Sujud
yang dilakukan sebagaiamana sujud dalam shalat.
3.
Tidak
disyari’atkannya takbiratul ihram dan salam (dalam keadaan di luar shalat).
4.
Lebih
utama dilakukan selain dalam keadaan shalat.
Apakah
Disyaratkan Thaharah Dan Menghadap Kiblat Untuk Sujud Tilawah?
1.
Jumhur
ulama berpendapat bahwa syarat sujud tilawah sebagaimana syarat untuk shalat.
2.
Ibnu
Hazm dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berpendapat tidak ada syarat tertentu
karena sujud (tilawah) bukan shalat.
3.
Penulis
(Abu Malik) berpendapat selama sujud bukan dalam shalat maka tidak
disyari’atkan padanya untuk menghadap kiblat, akan tetapi tidak diragukan bahwa
sujud dalam keadaan suci dan menghadap kiblat lebih utama dan lebih sempurna.
Bacaan
Sujud Tilawah
Dari ‘Aisyah radhiallahu’anha berkata, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Salam membaca dalam sujud tilawah pada malam hari, berulang-ulang :
سجد وجهي للذي خلقه وصوره وشق سمعه وبصره بحوله وقوته
Terjadi perbedaan pendapat akan keadaan lemahnya hadits ini.
Penulis (Abu Malik) berkata bahwa yang lebih kuat bahwa hadits ini telah
dishahihkan.
Yang
Melakukan Sujud Tilawah
Ulama berpendapat bahwa hukum yang melakukan sujub tilawah adalah
yang membaca ayat sajadah, baik dalam keadaan shalat maupun di luar shalat.
Akan
tetapi terjadi perbedaan pendapat bagi yang mendengarkannya :
1.
Yang
mendengar melakukan sujud.
2.
Tidak
melakukan sujud kecuali apabila ia niat ingin mendengarkan.
Sujud
Tilawah Dalam Shalat
Disunnahkan
barangsiapa yang membaca ayat sajadah dalam shalatnya untuk melakukan sujud
tilawah tidak ada perbedaan antara wajib ataupun sunnah, baik jarriyah
amupun sirriyyah.
Akan
tetapi dibenci apabila Imam membaca dalam sirriyah kemudian sujud tilawah karena
dikhawatirkan terjadi perbedaan gerakan dengan makmum.
Ayat-ayat
Sajadah
Ayat-ayat sajadah di dalam al-Qur’an terdapat lima belas ayat. Akan
tetapi terjadi perselisihan pendapat akan riwayat tentang ayat yang
disyari’atkannya sujud tilawah. Sepuluh ayat telah disepakati, empat ayat
terdapat perselisihan dalam riwayat dan satu ayat tidak shahih riwayatnya.
1.
Sepuluh
letak ayat yang disepakati riwayatnya.
a.
QS.
Al-A’raaf ayat 206
b.
QS. Ar-Ra’du
ayat 15
c.
QS.
An-Nahl ayat 49-50
d.
QS.
Al-Isra’ ayat 107-109
e.
QS.
Maryam ayat 58
f.
QS.
Al-Hajj ayat 18
g.
QS.
Al-Furqan ayat 60
h.
QS.
An-Naml ayat 25-26
i.
QS.
As-Sajadah ayat 15
j.
QS.
Fushshilat ayat 37-38
2.
Empat
letak ayat yang diperselisihkan riwayatnya.
a.
QS.
Shaad ayat 24
b.
QS.
An-Najm ayat 62
c.
QS.
Al-Insyiqoq ayat 20-21
d.
QS.
Al-‘Alaq ayat 19
3.
Satu
letak ayat tidak shahih riwayatnya.
QS. Al-Hajj ayat 77.
Referensi
: Abu Malik, Shahih Fiqh Sunnah, al-Maktabah
at-Taufiqiyah, jilid 1, Hal.445-448.
[1]
Shahih, dikeluarkan oleh Muslim (81), Ibnu Majah (1052) dan Ahmad (9336).
[2]
Fathul Qadir (1/382), Ibnu ‘aabidin (1/103), Majmu’ Fatawa (23/139-155) dan
al-Inshaf (2/193).
[3]
Al-Majmu’ (4/16).
EmoticonEmoticon