Definisi
Transplantasi
adalah pemindahan organ tubuh yang masih mempunyai daya hidup sehat untuk
menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi lagi dengan baik.
Pencangkokan organ tubuh yang menjadi pembicaraan pada waktu ini adalah; mata,
ginjal dan jantung. Karena ketiga organ tubuh tersebut sangat penting fungsinya
untuk manusia terutama sekali ginjal dan jantung.[1]
Sedangkan transplantasi dalam
literatur Arab kontemporer dikenal dengan istilah naql al-a’da’ atau
juga disebut dengan zar’u al-a’da’. Kalau dalam literatur Arab klasik
transplantasi disebut dengan istilah al-wasl (penyambungan). Adapun pengertian
transplantasi secara terperinci dalam literatur Arab klasik dan kontemporer
sama halnya dengan keterangan ilmu kedokteran di atas. Sedang transplantasi di
Indonesia lebih dikenal dengan istilah pencangkokan.
Hukum Transplantasi[2]
Pertama :
Penanaman jaringan/organ tubuh yang dia ambil dari tubuh yang sama.
Kedua : Penanaman
jaringan/organ yang diambil dari individu lain yang dirinci lagi menjadi dua
persoalan yaitu ;
A). penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu orang lain
baik yang masih hidup maupun sudah mati, dan
B). penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu binatang
baik yang tidak najis/halal maupun yang najis/haram.
Masalah pertama yaitu seperti praktek
transplantasi kulit dari suatu bagian tubuh ke bagian lain dari tubuhnya yang
terbakar atau dalam kasus transplantasi penyumbatan dan penyempitan pembuluh
darah pada bagian kaki. masalah ini hukumnya adalah boleh berdasarkan analogi
(qiyas) diperbolehkannya seseorang untuk memotong bagian tubuhnya yang
membahayakan keselamatan jiwanya karena suatu sebab.
Masalah kedua yaitu penanaman jaringan/organ
yang diambil dari orang lain. persoalannya jika jaringan/organ tersebut diambil
dari orang lain yang masih hidup, maka ada 2 kasus :
Kasus pertama : Penanaman jaringan/organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian
donaturnya bila diambil. Misal : jantung hati, hati dan otak. Hukumnya tidak
boleh. QS. al-Baqarah :195, an-Nisa'
:29, al-Ma'idah :2, tentang larangan menyiksa ataupun membinasakan diri sendiri
serta bersengkongkol dalam pelanggaran.
Kasus kedua : Penanaman jaringan/organ yang diambil dari orang lain yang masih
hidup yang tidak mengakibatkan kematiannya seperti, organ tubuh ganda
diantaranya ginjal atau kulit atau dapat juga dikategorikan disini praktek
donor darah. pada dasarnya masalah ini diperbolehkan selama memenuhi
persyaratan yatiu :
1. Tidak membahayakan kelangsungan hidup yang wajar bagi donatur
jaringan/organ. karena kaidah hukum islam menyatakan bahwa suatu bahaya tidak
boleh dihilangkan dengan resiko mendatangkan bahaya serupa/sebanding.
2. Hal itu harus dilakukan oleh donatur dengan sukarela tanpa paksaan
dan tidak boleh diperjualbelikan.
3. Boleh dilakukan bila memang benar-benar transplantasi sebagai
alternatif peluang satu-satunya bagi penyembuhan penyakit pasien dan
benar-benar darurat.
4. Boleh, bila peluang keberhasilan transplantasi tersebut sangat
besar.
Fatwa DR. Yusuf Qardhawi
Kebolehan mendonorkan sebagian organ tubuh ini
bersifat muqayyad (bersyarat). Maka seseorang tidak boleh mendonorkan sebagian
organ tubuhnya yang justru akan menimbulkan dharar, kemelaratan dan
kesengsaraan bagi dirinya sendiri atau bagi seseorang yand punya hak tetap atas
dirinya.
Oleh sebab itu, tidak diperkenalkan seseorang
mendonorkan organ tubuh yang cuma satu-satunya dalam tubuhnya, misalnya hati
atau jantung, karena dia tidak mungkin dapat hidup tanpa adanya organ tersebut
dan tidak diperkenankan menghilangkan dharar dari orang lain dengan menimbulkan
dharar pada dirinya. Maka kaidah syar'iah yang berbunyi "Dharar (bahaya,
kesengsaraan) harus dihilinkan,"dibatasi oleh kaidah lain berbunyi
:"Dharar itu tidak boleh dihilangkan dengan menimbulkan dharar pula."
Para Ulama ushul menafsirkan kaidah tersebut
dengan pengertian : tidak boleh menghilangkan dharar dengan menimbulkan dharar
yang sama atau yang lebih besar dari padanya. Karena itu tidak boleh
mendermakan organ tubuh bagian luar, seperti mata, tangan dan kaki. Karena yang
demikian itu adalah menghilangkan dharar orang lain dengan menimbulkan dharar
pada diri sendiri yang lebih besar, sebab dengan begitu dia mengabaikan
kegunaan organ itu bagi dirinya dan menjadikan buruk rupanya. Begitu pula
halnya organ tubuh bagian dalam yang berpasangan tetapi salah satu dari
pasangan itu tidak berfungsi atau sakit, maka organ ini dianggap seperti satu
organ. Waalahu a’lam.
[1]
Muhammad Ali Hasan, Masail Fiqhiyah
Al-Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, Jakarta, PT Raja
Grafindo Persada, 2000, h.121
[2]
Hj. Marhamah Saleh, Lc. MA, PPT fiqih TRANSPALANTASI (Presentasi ke-12), UIN
SYARIF HIDAYATULLAH Jakarta.
EmoticonEmoticon