Banyak sekali hewan serangga disekeliling kita terutama nyamuk yang
biasa mengganggu tidur kita dan lalat yang berterbangan pada makanan dan
minuman. Mungkin hewan-hewan ini membuat kita jijik akan keberadaannya, akan
tetapi najiskah pada kedua hewan tersebut? Disini akan kami bahas tentang hukum
najis atau tidaknya kedua hewan tersebut.
Pengertian Benda Yang Najis
Kata najaasat adalah bentuk jama’, plural dari kata najaasah,
yaitu segala sesuatu yang dianggap kotor oleh orang-orang yang bertabiat baik
lagi selamat dan mereka menjaga diri darinya, mencuci pakaiannya yang terkena
benda-benda najis yang termaksud. Misalnya tinja dan kencing. (lihat ar-Raudhun
Nidiyah 1:12).
Pada asalnya segala sesuatu mubah dan suci. Oleh karena itu,
barangsiapa yang menganggapnya najis suatu benda? Maka harus membawa dalil yang
kuat. Jika ia mengemukakan dalil, maka ia benar. Jika tidak, atau membawa dalil
yang tidak bisa dijadikan hujjah maka kita harus berpegang kepada hukum asal,
yaitu suci dan mubah karena ketetapan hukum najis adalah hukum taklifi
(pembebanan) yan bersifat umum. Karena itu tidak boleh memvonis najis kecuali
dengan mengemukakan hujjah. (lihat as-Sailal Jarra1:31, Shahih Sunan Abu Dawud
no :834 dan ar-Raudhatun Nadiyah 1:15).[1]
Bangkai Hewan yang Tak Memiliki Darah
Para ulama kaum muslimin telah menggolongkan hewan menjadi dua
macam. Pertama, hewan yang memiliki darah yang mengalir, seperti sapi, kambing,
kucing, rusa, anjing, dan lainnya. Kedua, hewan yang tak memiliki darah yang
mengalir, seperti nyamuk, kalajengking, laba-laba, semut, lalat,
serangga-serangga kecil, dan lainnya.
Nabi
-Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
إِذَا
وَقَعَ الذُّبَابُ فِيْ شَرَابِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ ثُمَّ لْيَنْزِعْهُ
فَإِنَّ فِيْ إِحْدَى جَنَاحَيْهِ دَاءً وَاْلأُخْرَى شِفَاءً
"Jika lalat jatuh pada minuman seorang diantara kalian,
maka hendaknya ia menenggelamkannya, kemudian ia mencabutnya (membuangnya),
karena pada salah satu diantara dua sayapnya terdapat penyakit, dan pada
sayapnya yang lain terdapat obatnya". [2]
Abul
Fadhl Ibnu Hajar Al-Asqolaniy-rahimahullah- berkata, "Hadits ini
dijadikan dalil bahwa air yang sedikit tidak najis karena jatuhnya hewan yang
tak memiliki darah yang mengalir dalam air".
Bahwasannya segala sesuatu itu suci sampai ada dalil yang menunjukkan
akan kenajisan hal tersebut, dan kami (sahabat) tidak mengetahui bahwa Nabi Shalallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan bersuci dari darah kecuali darah haid,
bersamaan dengan banyaknya yang menimpa manusia pada umumnya dari luka atau
semacamnya, meskipun darah itu najis sebagaimana penjelasan Nabi Shalallahu
‘alaihi wa sallam menyeru tentang hal tersebut.[3]
Dari hadits dan keterangan di atas telah jelas bahwasannya lalat
merupakan hewan yang tidak najis, karena apabila hewan tersebut termasuk naijs
sudah tentu Rasulullah tidak memerintahkan untuk menenggelamkan lalat itu ke
dalam minuman.
والحيوان كله طاهر إلا الكلب والخنزير وما تولد
منهما أو من أحدهما
“...dan setiap hewan semuanya suci kecuali anjing dan babi serta
apa-apa yang terlahir dari keduanya atau salah satu dari keduanya...”[4]
Adapun berkenaan dengan nyamuk tidak dikatakan najis karena
termasuk dalam golongan hewan yang pada hakikatnya tidak memiliki darah
mengalir.
Berkata
Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu:
دم الذباب والبعوض وشبهه لأن ميتته
طاهرة كما دل عليه حديث أبي هريرة في الأمر بغمسه إذا وقع في الشراب ، ومن الشراب
ما هو حار يموت به، وهذا دليل على طهارة دمه لما سبق من علة تحريم الميتة .
Artinya: “Darah lalat dan nyamuk dan yang semacamnya (adalah suci)
karena bangkainya suci, sebagaimana yang ditunjukkan hadist Abu Hurairah ketika
diperintahkan untuk menenggelamkan lalat apabila masuk dalam minuman, dan
diantara minuman ada yang panas lagi mematikan, ini menjadi dalil atas sucinya
darah lalat karena apa yang sudah berlalu tentang sebab diharamkannya bangkai.”[5] Waallahu
a’lam.
[1] ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, AL-WAJIZ, Pustaka
as-Sunnah, Jakarta. Hal.61
[2] Ibnu Hajar al-Atsqalani, Fathul Baari, Kitab Tibb, Bab Idza
waqo’a adz-dzubab fiil inaa’, no.5782, Daar Kitab al-‘alamiyah, Beirut.
1989. Hal. 306
[3] Sayyid Salim, Shahih Fiqih Sunnah, Maktabah at-Taufiqiyah,
Hal.78
[4] Abi Syuja’, Matan al-Ghayatu wa Taqrib, Kitabu Thaharah, Daar
Salam, Hal. 25
[5] Syaikh Utsaimin, Majmu Fatawa Wa Rasa’il Syeikh ‘Utsaimin, Daar
ats-tsariyaa linnasyar, Riyadh. 1998. Jilid 11, Hal.267
3 comments
Write commentsAssalamualaikum udtadz. Mau tanya apakah kotoran laba itu najis atau tidak iya?
ReplyAssalamualaikum ustadz. Mau tanya hukum kotoran laba laba najis atau tidak?
ReplyAssalamualaikum,,saya mau tanya,,kotoran laba laba najis apa tidak?? Karena di rumah saya banyak sekali sarang & kotoran laba laba yg ada di lantai,pakaian,& tempat lain,saya bingung bagaimana hukumnya,,mohon penjelasannya,, terimakasih
ReplyEmoticonEmoticon